Fort De Kock sebuah kota kecil yang berada di pulau Sumatera, saat ini bernama Kota Bukittinggi. Bukittinggi pernah menjadi ibu kota Republik Indonesia. Meskipun kecil kota ini banyak melahirkan orang berpengaruh di dunia, salah satunya Zubir Said.
Zubir Said lahir di Kota Bukittinggi pada 22 Juli 1907 dan meninggal di Singapura pada 1987 diusia 80 tahun.
Zubir Said anak kondektur kereta api, Muhammad Said. Dimasa kecil Said sudah ditinggalkan ibunya, yang meninggal diwaktu Said berumur tujuh tahun. Said memang dikenal dengan anak yang pintar dan hobi bermusik, salah satu alat yang Said sukai waktu itu suling bambu bahasa Minangnya "Saluang".
Said memang banyak menghabiskan waktu dengan bermain musik Saluang dengan teman-temannya. Selain itu, Said juga bisa memainkan gitar dan drum. Bahkan grup Keroncong tersohor di Bukittinggi, menerima Said untuk bergabung diusia 19 tahun. Sebelum bergabung grup keroncong, Said juga pernah bekerja di pabrik batu bata dan juga pernah bekerja sebagai juru ketik, di usia 18 tahun.
Said tidak bertahan lama, akhirnya ia memutuskan keluar dari grup keroncong Bukittinggi itu, kemudian membuat grup keroncong keliling, bahkan Said menerima tawaran pengisi acara pernikahan untuk memenuhi biaya kehidupannya.
Merantau Ke Singapura
Saat beranjak dewasa, tepatnya di usia 21 tahun, Said merantau ke Singapura tanpa sepengetahuan ayahnya dan meninggalkan tujuh orang adiknya. Said dengan berani menumpangi kapal barang atau logistik. Sampai di Singapura pada tahun 1928, Said mencari pekerjaan yang sesuai dengan hobinya. Namun tak kunjung ia dapati. Kemudian dengan modal nekat dan terus berjuang tanpa henti sebagai anak perantau, akhirnya Said, diterima dikelompok grup wayang bangsawan " City Opera".
Selama bergabung dengan City Opera, Said terus mengembangkan bakatnya. dengan memulai belajar membaca dan menulis partitur notasi barat dengan bermain piano.
Selama delapan tahun belajar dan bergabung dengan City Opera, dengan beragam penampilan yang luar biasa, Akhirnya Said dilirik oleh perusahaan rekaman, milik orang Inggris. His Master's Voice (HMV) rumah baru Said pada tahun 1936. Pada saat itu, Said bekerja sebagai supervisor rekaman.
Said bekerja sangat profesional dan banyak melahirkan karya-karya yang spektakuler, salah satu karya adalah "Madjulah Singapura" lagu kebangsaan Singapura.
Menikahi Penyanyi Keroncong asal Jawa
Selama bekerja di HMV, Said jatuh cinta dengan gadis Jawa bernama Tarminah Kario Wikromo. Tarminah merupakan penyanyi keroncong yang terkenal di Singapura. Said memutuskan untuk menikahi Tarminah di Jawa pad tahun 1938 dan keluar dari HMV, seiringnya gencarnya perang dunia ke dua.
Pulang ke Bukittinggi
Pasca mensukseskan prosesi pernikahan dengan Tarminah, Said membawa istri tercintanya ke Kota Bukittinggi untuk diperkenalkan dengan keluarga di kampung. Said membentuk grup, dan bekerja sebagai penghibur tentara jepang yang sudah bermukim di Bukittinggi.
Tak bertahan lama di kampung halaman, Said kembali metantau ke Singapura dan membawa istrinya pada tahun 1947, dua tahun setelah Indonesia merdeka.
Selama di Singapura, ia menafkahi keluarganya dan memulai berprofesi senagai fotograger di surat kabar "Utusan Melayu".Selama bekerja sebagai fotografer, Said terus menyalurkan bakatnya dan menciptakan karya.
1949, Said bergabung perusahaan industri film, sebagai komposer musik. Salah satu film yang digarap bersama Shaw Brother dengan judul " Chinta" dan film salahsatu yang terlaris di Singapura. Kemudian pada 1952, Said mengahiri pekerjaan bersama Shaw Brother dan mulai bekerja dengan Chatay Keris dan menjabat sebagai pengiring musik ntuk film. Salahsatu karya musiknya pada film Sumpah Pontianak 1958 dan Chucu Datuk Merah pada 1963.
Sementara karya Said dalam film Daang Anom mendapatkan Penghargaan Film Asia
ke 9 di Korea Selatan pada tahun 1951. Kemudian pada tahun 1964 mengundurkan diri dari Chatay Keris, dan melai mengajarkan anak-anaknya bermain musik.
Meninggal Dunia
Di usia 80 tahun tepat pada 16 November 1987 di Joo Chiat, Singapura, Said meninggal duni dan meninggalkan empat anak perempuan dan anak laki-laki. Kemudian pada tahun 1990, kehidupan Zubir dan semangatnya sebagai musisi didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul Zubir Said. Pada tahun 2004, patung Zubir yang terbuat dari perunggu senilai S$20.000 dipajang di Istana Kampung Gelam, Taman Warisan Melayu, Singapura.